Friday 2 December 2011

SIKAP SKEPTISISME, PERLU ATAU TIDAK?


Pengetahuan maupun keyakinan merupakan sikap mental seseorang dalam hubungan dan objek tertentu yang disadarinya sebagai ada atau terjadi. Perbedaannya, dalam keyakinan, objek yang disadari sebagai ada, tidak perlu harus ada sebagaimana adanya. Sebaliknya, dalam pengetahuan, objek yang disadari itu memang ada sebagaimana adanya.
            Adanya pengetahuan dan keyakinan mendasari seseorang untuk bersikap skeptisisme. Skeptisisme juga dianggap sebagai salah satu bentuk keyakinan. Skeptisisme merupakan sikap bahwa kita tidak pernah tahu tentang apapun. Skeptisisme menekankan bahwa mustahil manusia mencapai pengetahuan tentang sesuatu atau dapat dikatakan bahwa manusia tidak pernah merasa pasti dan yakin apakah bisa mencapai pengetahuan tertentu.
            Pengetahuan menyangkut tentang kepastian. Sehingga apapun yang diklaim sebagai pengetahuan harus mempunyai kebenaran dan dapat dilakukan pembuktian. Para penganut skeptisisme selalu mempertanyakan apakah manusia dapat memperoleh informasi yang dapat diandalkan tentang segala sesuatu. Tidak ada manusia yang pasti tahu tentang dunia di sekitarnya. Dapat dikatakan tidak ada pengetahuan di dunia, begitu menurut kaum skeptisisme.
            Adanya sikap skeptisisme memberikan dampak postif bagi ilmu pengetahuan. Manusia dituntut untuk meragukan secara positif segala sesuatu dari setiap klaim yang diperoleh. Sebagai contoh adanya pemberitaan tentang pesawat UFO yang mendarat di bumi. Pemberitaan ini ditanggapi beragam oleh masyarakat. Masyarakat yang mempunyai sikap skeptisisme selalu mempertanyakan kebenaran hal ini. Seperti pada halnya kasus crop circle yang terjadi di persawahan Jogotirto, Berbah, Sleman yang terjadi pada hari Minggu, 23 Januari 2011. Crop Circle sebenarnya merupakan fenomena alam paling sering di jumpai. Sudah hampir 350 tahun semenjak kemunculannya pertamakalinya di Inggris pada tahun 1647, sampai sekarang belum ada jawaban yang pasti bagaimana cara mereka terbentuk. Ada yang mengatakan itu merupakan perbuatan manusia, perbuatan alien (makhluk asing)  dan ada yang menyatakan crop cicle dapat terjadi akbiat dari angin puting beliung.
            Masyarakat hendaknya bersikap kritis dalam pemberitaan ini. Yang artinya, tidak semua pemberitaan yang dilakukan oleh media ditanggapi sebagai sebuah kebenaran. Sikap untuk meragukan pemberitaan crop circle ini hendaknya dapat diterapkan agar masyarakat tidak gampang menerima pengetahuan yang belum tentu mengandung kebenaran tersebut.
            Crop circle sendiri adalah suatu bentuk lingkaran maupun bentuk-bentuk lainnya seperti geometri. Kebanyakan dari crop circle ini berukuran luas dan besar. Dari bentuk crop circle tersebut bahkan ada yang yang biasa ditemui membentuk citra mahkluk hidup seperti kalajengking, bunga matahari, lebah, dan dijumpai terutama di ladang pertanian khususnya gandum. Di negara seperti Inggris, Canada, Amerika, Australia dan Jepang, banyak ditemukan fenomena crop circle ini. Fenomena crop circle biasanya muncul di musim panas saat ladang pertanian ditumbuhi dengan tanaman. Bentuk geometri yang terbentuk kadang berupa lingkaran-lingkaran atau bisa juga berbentuk rangkaian gambar yang unik, yang menunjukkan bahwa pembuatnya adalah makhluk yang cerdas. Sejauh ini, fenomena crop circle sering dikaitkan dengan UFO (unidentified flying object) dan alien. Namun, sebagian lain berpendapat, hal tersebut akibat fenomena alam atau bahkan sengaja dibuat manusia. Hingga saat ini para ilmuwan gencar melakukan penelitian guna menjawab pertanyaan masyarakat, siapakah pembuat crop circle ini sebenarnya.
            Pada abad ke-20 terjadi sekitar 10.000 crop circle, sementara jumlah kasus UFO yang dilaporkan sejak sebelum tahun 1940 hingga sekarang sekitar 550 kasus dengan 434 kasus di antaranya disertai foto. (http://oase.kompas.com/read/2011/01/26/07014963/UFO..Sebuah.Perjalanan.Panjang.Pikiran)

                Soal ada atau tidaknya UFO ini selalu memancing perdebatan panjang. Di satu sisi ada kelompok yang percaya akan adanya UFO, yaitu benda terbang tak dikenal yang disebut-sebut sebagai kendaraan makhluk asing (alien) dari luar angkasa. Di sisi lain ada kelompok yang tidak percaya akan eksistensi makhluk luar angkasa dan UFO. Kelompok yang tidak mempercayai adanya UFO ini dapat dikatakan sebagai kaum skeptisisme, yaitu meragukan segala sesuatu yang belum dapat dikatakan sebagai sebuah kebenaran.
            Menurut pendapat kelompok pertama yang percaya adanya UFO, crop circle adalah jejak pendaratan UFO. Menurut mereka, sangat sulit membayangkan suatu pola rumit di wilayah cukup luas seperti lingkaran di Sleman berdiameter sekitar 60 meter-70 meter yang bisa dibuat secara cepat tanpa diketahui orang.
            Sedangkan menurut pendapat kelompok kedua yang tak percaya adanya UFO, crop circle adalah karya seni buatan manusia. Hal ini ditegaskan pula oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional setelah mengadakan penelitian langsung ke tempat tersebut menjelaskan, lingkaran misterius di Sleman adalah buatan manusia karena di tengahnya ada lubang yang diduga bekas tempat menancapnya poros untuk membentuk pola-pola lingkaran.
            Terdapat bukti lain, yaitu adanya pengakuan dari Doug Bower dan Dave Chorley pada tahun 1991 bahwa mereka yang telah menciptakan lingkaran misterius di Longwood Estate. Ide membuat lingkaran mereka cetuskan tahun 1978. Para pencipta crop circle memiliki situs resmi lengkap dengan cara membuat crop circle.
            Kemajuan ilmu pengetahuan sekarang ini membuat masyarakat lebih sering bersikap skeptisisme. Masyarakat seperti haus akan jawaban-jawaban dai semua pertanyaan yang ada. Namun jawaban-jawaban yang ada justru membuat masalah baru apakah jawaban tersebut bersifat subjektif atau objektif.
            Seperti halnya pada fenomena yang terjadi pada bumi. Usia bumi mencapai sekitar 4,5 miliar tahun. Dengan usia bumi yang tua tersebut, tentunya di bumi banyak menyimpan misteri yang belum terungkap seperti halnya masalah ada tidaknya UFO tersebut. Demikian pula dengan perjalanan ilmu pengetahuan yang seakan tak bertepi dan selalu berkembang dari waktu ke waktu. Dengan melihat umur bumi yang sangat tua maka dapat dipastikan perjalanan ilmu pengetahuan masih akan sangat panjang. Mungkin jawaban akan pertanyaan tentang UFO baru akan ditemukan di suatu tempat pada  masa depan. Atau mungkin justru tidak aka nada jawaban sama sekali karena UFO bisa jadi hanya merupakan hasil dari konstruksi pikiran manusia.
            Tentang fenomena crop circle di Jogja, mantan Kepala Observatorium Bosscha Moedji Raharto mengatakan jika memang fenomena crop circle di Sleman, Jogja disebabkan oleh UFO atau alien, pasti UFO atau alien akan meninggalkan sesuatu. Tidak mungkin UFO atau alien datang tidak membawa apa-apa. Menurut Moedji Raharto pula, sesuatu yang ditinggalkan itu bisa digunakan sebagai dasar analisis untuk mengetahui kebenarannya. Jika memang benar merupakan jejak UFO, perbedaan unsur kimiawi pasti ada. Sama seperti meteorit yang berbeda unsur kimianya dengan tanah. Namun tidak mudah untuk melakukan deteksi itu. Karena alien dan UFO pasti datang dengan membawa unsur kimia yang agak langka sehingga sulit diidentifikasi. Belum diketahui dengan pasti unsur kimia yang membedakan sebab kehadiran UFO ke bumi memang belum bisa dibuktikan secara ilmiah.
           
            Dengan adanya pendapat dari ilmuwan-ilmuwan yang masih menyangkal adanya UFO atau alien yang mendarat di bumi, menunjukkan bahwa masyarakat jangan lekas percaya pada berita-berita yang simpang siur. Apalagi menyangkut tentang ilmu pengetahuan. Sikap skeptisisme dari para ilmuwan membuat para ilmuwan akan selalu mencari tahu kebenarannya. Para ilmuwan akan terus mengadakan penelitian-penelitian demi terciptanya kebenaran untuk ilmu pengetahuan.
            Sikap skeptisisme juga dapat dikatakan sebagai bentuk keyakinan. Kita sebagai manusia tentunya mempunyai keyakinan atas hal tertentu. Dalam hal keyakinan beragama misalnya, manusia meyakini bahwa akan adanya Tuhan, akan adanya surga dan neraka, dan keyakinan untuk melakukan ritual tertentu. Skeptisisme menekankan pada tidak adanya klaim terhadap kebenaran. Dengan kata lain, tidak ada kebenaran yang sempurna, adanya kebenaran relatif.
            Para pendukung skeptisisme mempunyai anggapan bahwa akal memberi pengetahuan yang bersifat relatif sehingga membuat segala anggapan yang dibuat oleh manusia adalah relatif. Selain itu, tidak dapat dipungkiri bahwa manusia sering keliru dalam hal mendengar maupun melihat. Atau dengan kata lain, skeptisisme merupakan sebuah pendekatan dalam menerima dan menolak pada informasi baru yang membutuhkan informasi baru lainnya yang digunakan sebagai bukti pendukung. Jadi, sebelum informasi tersebut dapat dibuktikan secara akurat, kaum skeptis akan menolak informasi tersebut sebagai pengetahuan.
            Apa yang dianggap sebagai pengetahuan dirumuskan sebagai proposisi. Pengetahuan yang diungkapkan dalam proposisi itu hanya sah dianggap sebagai pengetahuan jika proposisi tersebut dalam kenyataannya benar sebagaimana yang diungkapkan. Pengetahuan bukan sekedar sikap mental karena setiap pernyataan atau proposisi yang merupakan pengetahuan harus selalu mengandung kebenaran dan oleh karena itu selalu punya acuan pada realitas.
            Menurut paham skeptisisme, sangat sulit memberikan bukti atas proposisi apapun yang diklaim sebagai pengetahuan tersebut. Dengan sikap skeptisisme yang meragukan segala sesuatu, manusia dapat melangkah lebih jauh menuju pada kebenaran yang lebih pasti dan lebih sempurna. Sikap skeptisisme atau mempertanyakan, atau dapat diartikan sebagai ketidakpercayaan yang merujuk pada keraguan.
Dalam filsafat, mempertanyakan adalah merujuk lebih bermakna khusus untuk suatu atau dari beberapa sudut pandang. Termasuk sudut pandang tentang:
  1. sebuah pertanyaan,
  2. metode mendapatkan pengetahuan melalui keraguan sistematis dan terus menerus pengujian,
  3. kesembarangan, relativitas, atau subyektivitas dari nilai-nilai moral,
  4. keterbatasan pengetahuan,
  5. metode intelektual kehati-hatian dan pertimbangan yang ditangguhkan
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, sikap skeptisisme membuat kaum skeptic ini meragukan segala sesuatu. Jika dalam bidang agama, sikap skeptisisme hampir selalu dikaitkan dengan atheism. Sebenarnya, kaum skeptis ini meragukan tentang masalah eksistensialisme. Mereka yang meyakini bahwa adanya Tuhan tidak dapat dibuktikan, namun kebenaran Tuhan tidak dapat diingkari. Skeptis mengenai agama itu sebenarnya merupakan hal yang wajar karena manusia memiliki indera yang ditakdirkan untuk melihat benda konkrit yang nyata dan dirasakan oleh indrawi seutuhnya. Benda abstrak hanya bisa dilihat melalui keyakinan dan pemahaman.
Agama merupakan hal yang diyakini oleh umat manusia sedari kecil. Keyakinan tentang agama tergantung bagaimana setiap individu dalam menerima informasi tentang keyakinannya tersebut. Sebut saja kasus yang sekarang ini sedang merebak, kasus penyerangan Ahmadiyah di Cikeusik. Aliran Ahmadiyah dianggap sesat oleh MUI dan ormas-ormas Islam lainnya.
Ahmadiyah adalah salah satu ajaran dalam Islam yang muncul di Qadian dengan tokohnya Mirza Ghulam Ahmad. Ahmadiyah terbagi menjadi menjadi dua aliran, Qadiyan dan Lahore. Namun Menteri Agama, Suryadharma Ali hanya menyatakan Ahmadiyah Qadiyan yang mengajarkan aliran sesat. Di beberapa negara, seperti di Arab dan Pakistan, pengikut Ahmadiyah dimusuhi secara terang-terangan. Ajaran Ahmadiyah yang meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi membuat Ahmadiyah langsung dicap sebagai ajaran sesat.
Terjadinya penyerangan terhadap kaum Ahmadiyah sangat disayangkan. Karena tentunya dalam ajaran agama tidak menganjurkan untuk saling menyerang satu sama lain. Yang dianjurkan adalah saling mengingatkan apabila memang terbukti menyimpang dari ajaran agama yang diyakini. Namun di balik segala anggapan tentang Ahmadiyah yang mengajarkan ajaran sesat, kembali pada pembahasan sebelumnya, salahkah apabila kaum Ahmadiyah meyakini ajarannya seperti itu?
Dapat dikatakan kaum Ahmadiyah mungkin hanya menjadi kaum skeptis yang hanya ingin mencari kebenaran yang hakiki dari sebuah agama yang dianutnya dari kecil. Kaum Ahmadiyah mempunyai cara tersendiri untuk mencari tahu kebenaran. Manusia tidak berhak menentukan suatu keyakinan seseorang sesat atau tidak. Sesat memang bisa terjadi pada konsep agama. Namun tentunya masalah ini akan langsung berurusan dengan Tuhan.
Kebanyakan orang menilai masalah ini dari sisi negatifnya saja. Masalah ini menjadi besar ketika ormas-ormas memojokkan kaum Ahmadiyah. Kaum Ahmadiyah dikucilkan karena ormas-ormas lain merasa dirinya sebagai mayoritas dan Ahmadiyah sebagai minoritas sehingga wajib disingkirkan. Sebenarnya menjadi hal yang umum apabila suatu kelompok berusaha mempertahankan kebenaran yang mereka yakini seperti halnya pada kaum Ahmadiyah ini.
Sikap skeptisisme memang cenderung selalu dianggap negative. Skeptisisme memang mempunyai kelemahan karena tidak bersifat konsisten, tidak memiliki arti, berlawanan dengan akal sehat, dan bertentangan dengan bahasa. Namun di samping kelemahan-kelemahan tersebut, perlu kita ketahui sikap skeptisisme bermanfaat bagi pengetahuan dan keyakinan. Sikap meragukan secara positif setiap klaim dan bukti yang diperoleh menunjukkan sikap kritis, dan sikap yang tidak mudah percaya begitu saja terhadap informasi yang belum mempunyai bukti yang cukup kuat terhadap kebenaran informasi tersebut.
Dengan sikap skeptisisme pula yang meragukan segala sesuatu, termasuk apa yang diyakini sebagai benar, kita dapat melangkah lebih jauh menuju pada kebenaran yang lebih pasti dan lebih sempurna. Dan jika ditanyakan perlukah ada sikap skeptisisme? Ya, tentu saja perlu. Tanpa skeptisisme tidak ada pengetahuan yang berusaha menjadi sempurna.

Kaum Profesional VS Klien



            Siapa yang tak tahu ‘dokter’ ? Tentunya sebutan dokter tidak asing bagi kita. Dokter adalah orang yang berjasa menyembuhkan pasien. Benarkah dokter memang hanya berniat menolong pasien? Atau justru menjual jasa?
Mengutip dari buku “ Landasan Etika Profesi” karangan Daryl Koehn, kaum “profesional” merupakan istilah yang dialektis. Para sosiolog, ahli sejarah, dan filosof sama-sama mengerti bahwa kaum profesional bertindak atas nama manusia lain atau klien. Sama seperti dokter yang bekerja atas nama pasien. Kaum profesional dianggap menjadi agen yang dapat dipercaya bagi klien mereka karena mereka itu ahli atau mereka merupakan pemberi layanan yang dapat dikatakan “demi bayaran” menaati kehendak para klien. Begitu juga dengan profesi dokter. Dokter dipercaya untuk menyembuhkan pasien, namun selain itu dokter juga sebagai layanan penjual jasa terhadap pasien. Dapat dikatakan dokter merupakan kaum professional.
Banyak dokter yang menyatakan bahwa dirinya bekerja hanya semata-mata untuk menolong orang yang sakit. Dokter membutuhkan kebebasan untuk menampilkan keahlian mereka yang dianggap baik oleh mereka, bukan dianggap baik oleh pasien.
Tentu masih teringat di benak kita tentang kasus Prita Mulyasari yang cukup menghebohkan dunia kedokteran. Ya, Prita Mulyasari, seorang wanita yang sempat mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang, Banten, gara-gara curhatnya melalui surat elektronik yang menyebar di internet mengenai layanan RS Omni Internasional Alam Sutera. Isi e-mail yang dikirimkan Prita Mulyasari disebut sebagai pencemaran nama baik terhadap RS Omni Internasional. Dalam kasus ini, Prita sebagai pasien hanya memberikan complain terhadap dokter yang menanganinya atau dapat dikatakan seorang klien memberikan complain terhadap kaum professional.
      Prita Mulyasari merupakan salah satu dari sekian banyak orang yang mempercayakan kesehatannya kepada dokter. Sehingga saat Prita merasa dirinya sakit panas tinggi dan pusing kepala, Prita memeriksakan diri ke RS Omni Internasional pada tanggal 7 Agustus 2008 tepatnya jam 20.30 WIB. Yang Prita tau, sebagai orang awam, bahwa RS Omni yang bertaraf internasional pastinya juga mempunyai dokter yang “hebat” pula. Mulanya dokter mengatakan bahwa Prita terkena demam berdarah dan harus rawat inap. Karena hasil lab awal trombosit Prita hanya 27.000 yang seharusnya normal trombosit manusia adalah 200.000. Sekali lagi karena Prita merasa “awam” sehingga Prita percaya begitu saja. Sesuai dengan konsep yang dipaparkan oleh Daryl Koehn bahwa untuk membantu klien, kaum professional harus memiliki kebebasan untuk mempraktikkan keahlian mereka, seperti yang mereka anggap baik dan bukan seperti yang dianggap baik oleh klien. Sehingga di sini, Prita hanya menurut pada dokter sebagai kaum professional. Memang jika dilihat menurut pandangan atau konsep Koehn, tak ada yang salah secara moral jika membantu klien yang tidak dapat menolong diri sendiri. Ketidakmampuan klien adalah fakta, dan mungkin lebih baik jika klien belajar untuk menolong diri sendiri, tetapi pengetahuan yang mereka butuhkan untuk itu tidaklah mudah diperoleh. Tentunya tidak mungkin apabila Prita Mulyasari di sini contohnya akan mengobati dirinya sendiri sedangkan Prita sendiri tidak mempunyai keahlian dalam bidang kedokteran. Dokter, sekalipun mereka adalah ahli dalam bidang kesehatan, tidak akan mengobati dirinya sendiri ketika sakit. Hal ini menunjukkan bahwa orang professional juga membutuhkan orang professional yang lainnya.
Prita sebagai kaum awam hanya dapat menuruti apa kata dokter yang menanganinya. Prita mendapatkan infuse dan suntikan berkali-kali tanpa persetujuan dari pihak keluarganya. Dan setelah mendapatkan suntikan berkali-kali justru tangan kanan dan kiri Prita membengkak. Dan dokter yang menangani Prita tak pernah memberikan penjelasan apa-apa kepada Prita tentang sakit yang dialami Prita. Setiap pertanyaan Prita selalu dijawab dengan “ya pasti demam berdarah”. Kasus ini cukup menarik, karena dokter yang menangani Prita seolah menerapkan konsep-konsep dari kaum professional bahwa klien tidak tahu tentang apa saja yang perlu dilakukan dalam tindakan itu. Namun, dalam profesi tidak seperti dalam dagang, “menolong klien” tidak sama dengan “menjamin hasil yang dicari klien” itu artinya dalam kasus ini Dokter memberikan pengobatan pada Prita namun Prita tidak perlu tahu tentang cara-cara pengobatan tersebut. Seperti halnya pada pendapat bahwa kaum professional hanya “menolong klien” bukan “menjamin hasil yang dicari klien”, ini seolah mengartikan bahwa kaum professional tidak bertanggung jawab atas perbuatannya. Dapat dilogika, apabila dokter yang menangani Prita bertujuan “menolong” tentunya juga bertujuan “menyembuhkan”. Namun justru yang terjadi sebaliknya, Prita Mulyasari justru menderita sakit yang bertambah parah. Dari pihak dokter maupun rumah sakit tetap tidak ada yang mengatakan apa yang sebenarnya terjadi pada Prita.
Puas atau tidaknya Prita tentang pelayanan dokter terhadap dirinya bukanlah merupakan ukuran utama apakah dokter sudah melakukan tindakan-tindakan yang dapat dipercaya atau tidak. Seperti menurut Willbert Moore : “Klien tidak dapat menilai apakah suatu tindakan telah dilakukan dengan benar atau suatu tindakan yang benar telah dilakukan” artinya Prita tidak dapat memastikan apakah dokter melakukan tindakan malpraktik terhadap dirinya atau sudah sesuai prosedur yang berlaku hanya Prita tidak mengetahuinya.
Namun di luar itu semua, ada hal yang terlupakan. Kecakapan kaum professional sebenarnya mengandung janji atas bantuan nyata terhadap klien. Sehingga di sini kaum professional tak bisa bertindak sesuka hati, karena klien dapat meminta atau dapat dikatakan menagih janji atas keahlian kaum professional tersebut. Sehingga apabila kemudian Prita mengajukan complain tentang pelayanan yang diberikan dokter terhadap dirinya, ini adalah tindakan yang wajar dari seorang klien yang menagih janji kaum professional.
E-mail dari Prita terhadap temannya merupakan cerita keluh kesahnya sebagai pasien di RS Omni Internasional, sehingga apabila dituntut sebagai pencemaran nama baik tentunya sangat tidak tepat karena itu sama saja dengan melanggar hak asasi pribadi Prita untuk mengeluarkan “unek-unek” yang dimilikinya.
Sebenarnya e-mail Prita tak perlu dibesar-besarkan apabila sebelumnya RS Omni Internasional telah berusaha menyelesaikan. Prita hanya berlaku sebagai pasien, atau dapat juga disebut orang awam yang tidak tahu menahu tentang dunia kesehatan, sehingga wajar apabila Prita selalu bertanya,bertanya dan bertanya tentang gangguan kesehatan yang dimilikinya. Dokter yang menangani Prita, sebagai kaum professional dalam bidang kesehatan melupakan satu prinsip penting yaitu seorang profesional harus menghindari terciptanya situasi yang memunculkan pertanyaan mengenai apakah mereka pertama-tama melayani klien atau kepentingan ekonomis para anggotanya. Sehingga wajar apabila kemudian Prita menduga adanya malpraktik dalam RS Omni Internasional. Biaya yang dikeluarkan Prita untuk berobat tidak sedikit. Namun apa yang didapatkan Prita ternyata tidak seimbang dengan uang yang dia keluarkan untuk berobat. Tentunya jika ada pasien yang mengalami seperti Prita akan beranggapan apabila dokter hanya ingin uang atau nilai ekonominya saja tanpa adanya pelayanan yang baik terhadap pasien. Melayani hanya sekedar melayani, tidak dengan sepenuh hati. Sehingga terkadang sering terjadi malpraktik terhadap pasien.
Membuktikan niat baik terhadap klien menjadi lebih sulit bila suatu profesi, yang secara intrinsik mengejar tujuan, tidak menunjang kesejahteraan klien. Mungkin konsep ini memang susah dipraktikkan karena niat baik dokter terkadang dimaknai berbeda oleh pasien. Menyelaraskan persepsi antara dokter dengan pasien bukan persoalan mudah. Prita mengalaminya. Tidak mudah bagi Prita untuk mempercayai RS Omni Internasional kembali setelah apa yang Prita dapatkan dari pelayanan yang buruk RS Omni Internasional. Apalagi ditambah dengan adanya tuntutan dari RS Omni terhadap diri Prita tentang pencemaran nama baik yang akhirnya membuat Prita harus dipenjara selama 21 hari dan saat itu Prita diharuskan membayar Rp 204.000.000. Dukungan masyarakat datang untuk membela Prita, menuntut kebebasan Prita dengan bentuk Koin Peduli Prita.
Tampaknya memang ada hubungan yang erat sekali antara motivasi profesional dan kepercayaan klien. Kaum profesional harus menyatakan kesetiaan pada kebaikan agar pantas mendapat kepercayaan. Kepercayaan seorang klien (dalam hal ini pasien) sangat mempengaruhi kinerja seorang professional (dokter). Seorang professional harus bekerja sesuai aturan bekerja. Seorang dokter harus mengemban sumpah dokter yang dia ucapkan sebelum dia bekerja. Jadi apabila terjadi malpraktik berarti dokter yang bersangkutan tidak bisa dianggap lagi sebagai seorang professional. Orang ahli, iya. Orang professional,tidak.
Keahlian pada hakikatnya memerlukan kepercayaan klien sekurang-kurangnya dengan lima cara :
            Masalah pertama, sifat tidak dapat dipercaya yang melekat pada keahlian. Kebaikan klien merupakan sasaran kaum professional. Ya, seperti halnya antara dokter dan pasien. Apabila pasien selalu menurut dan tidak rewel tentunya akan membuat dokter tidak kesulitan dalam memberikan pelayanan. Namun, apabila pasien selalu bertanya dan mengeluh, ini akan membuat dokter akan menjadi malas dalam memberikan pelayanan terbaiknya, karena perlu diingat bahwa pasien tidak hanya satu orang, melainkan banyak orang.
Masalah kedua, klien yang lenyap. Jika profesional hanya seorang ahli, ia tidak punya ikatan khusus apa pun dengan klien. Jika seorang dokter hanya menyandang gelar S. Kedok, tentunya belum ada orang yang ingin ditangani dokter tersebut karena belum dapat percaya terhadap dokter yang hanya menyandang gelar S.Kedok. Contoh lainnya adalah apabila dokter tersebut sudah satu kali melakukan malpraktik walaupun tanpa disengaja, akan membuat pasien tidak akan percaya lagi pada dokter yang bersangkutan. Di sini pasien akan merasa menjadi korban kelalaian seorang dokter.
Masalah ketiga, kekacauan praktik. Kaum profesional yang diharapkan bisa melayani mereka akhirnya malah bekerja berlawanan dengan tujuan dan bahkan merugikan klien yang sama. Ini berarti bahwa dokter yang diharapkan pasien untuk menyembuhkan pasien justru hanya mengutamakan uang dan merugikan pasien itu sendiri dengan malpraktik misalnya. Seperti halnya pada kasus Prita Mulyasari yang hanya ingin kesembuhan namun justru bertambah sakit saat di rawat di RS Omni Internasional. Apalagi dengan tidak adanya transparansi hasil lab tentang Prita. Hal ini menyebabkan Prita tidak percaya kepada RS Omni Internasional.
Masalah keempat, penghancuran peran-peran professional yang khas. Seorang professional akan kehilangan otoritas karena ia tidak akan dipanggil oleh klien untuk mengadakan atau menciptakan tindakan demi kepentingan mereka. Begitu pula dengan RS Omni Internasional. Setelah adanya e-mail yang ditulis oleh Prita, banyak orang akan berpikir dua kali jika hendak menjalani rawat inap atau sekedar memeriksakan kesehatan. Tentunya hal ini juga mengancam reputasi dokter yang bekerja di RS Omni Internasional. Mungkin yang melakukan malpraktik hanya satu, namun semua dokter akan terkena imbas karena tidak mendapatkan kepercayaan dari pasien.
Masalah kelima, kehancuran para langganan organic. Jika kita mengambil kasus yang paling baik dan menempatkan para ahli yang dengan cakap selalu menggunakan pengetahuan mereka untuk kebaikan klien, keahlian masih belum akan memberi landasan pada otoritas professional. Seorang dokter yang professional (tidak hanya mempunyai keahlian) tentunya akan selalu berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien, demi kebaikan pasien, dan demi kesembuhan pasien. Dokter yang hanya ahli saja tanpa menggunakan sikap profesionalnya belum akan mendapatkan kepercayaan dari pasien.
Keahlian tidak memberikan otoritas. Keahlian justru menghancurkannya dengan membiarkan para ahli menetapkan agenda mereka sendiri, dengan menggeser klien dari sudut moral hubungan profesional-klien. Seperti halnya di sini, dokter tanpa menunjukan sikap profesionalnya justru akan membuat hubungan dengan pasiennya akan memburuk. Dapat dilihat dari kasus yang dialami Prita. Tanpa adanya kejujuran dari pihak RS dan dokter yang menanganinya, Prita justru semakin berapi-api untuk menuntut RS Omni Internasional.
Jika kaum profesional mau mempertahankan kepercayaan klien, praktik keahlian mereka harus mempertimbangkan siapa kliennya dan harus mengambil prinsip dari sifat-sifat kebaikan klien serta mengabdikan hidupnya. Seorang dokter apabila sudah mengucapkan sumpah dokter, harus berjanji pada diri sendiri untuk mengabdikan hidupnya dalam memberikan pelayanan terhadap pasien sehingga dokter tersebut dengan sendirinya akan mendapatkan kepercayaan dari pasien.





























DAFTAR PUSTAKA

1.      Koehn, Daryl. 2000. Landasan Etika Profesi. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
2.      Margianto, Heru. Rabu, 3 Juni 2009 | 11:12 WIB. Inilah Curhat yang Membawa Prita ke Penjara (http://megapolitan.kompas.com/read/2009/06/03/1112056/inilah.curhat.yang.membawa.prita.ke.penjara , tanggal akses : 29 April 2011)
3.      Pambagio, Agus. Senin, 1 Februari 2010| 08:46 WIB. Lagi, Konsumen vs RS Internasional














PENGGUNAAN SUBKULTUR INTERNET SEBAGAI AGENDA POLITIK

 
Internet saat ini merupakan sebuah subkultur baru yang mengembangkan budaya yang lebih luas. Saat ini yang kita ketahui mungkin tentang e-Commerce yaitu bagaimana orang-orang dapat menggunakan media internet sebagai alat untuk membangun suatu bisnis. Selain itu ada tentang pendidikan yang dikenal dengan e-Learning yaitu mrupakan sebuah proses pembelajaran virtual menggunakan Learning Management System untuk merepresentasikan system belajar secara riil di kelas secara online menggunakan media internet. Media internet untuk kepentingan bisnis dan pendidikan telah memberikan daya yang luar biasa karena terbukti lebih efektif dan efisien. Penggunaan internet sebagai sarana berbisnis dan pendidikan tentunya bukan hal yang asing di Indonesia karena sudah dilakukan sejak dahulu.
Namun, penggunaan internet kini tak lagi hanya digunakan sebagai media informasi sebagai pendidikan saja, melainkan juga sebagai alat untuk menampilkan agenda-agenda politik kelompok tertentu. Situs jejaring social seperti facebook, twitter, plurk, dll yang seharusnya menjadi jejaring social pertemanan kini juga menjadi media untuk mempromosikan kebutuhan politik yang menguntungkan kelompok tersebut.
Seperti yang kita ketahui kasus Bibit-Chandra dan Prita Mulyasari yang ditahan dan juga tidak mendapatkan keadilan hukum itu mendapatkan dukungan dari gerakan-gerakan masyarakat sipil yang memprotes bahkan menentang ketidakadilan dalam penegakan hukum. Fenomena "gerakan lewat dunia maya" ini ternyata tak bisa diremehkan karena justru terbukti efektif memberikan pencerahan dalam berbagai kasus hukum yang ada. Seperti pada kasus Prita Mulyasari dalam gerakan “Peduli Koin Prita” yang ternyata direalisasikan dalam kenyataan bahwa memang ada pengumpulan koin tersebut dan berpengaruh pada penyelesaian kasus Prita. (http://tekno.kompas.com/read/2010/01/14/18101626/gerakan.dunia.maya.tidak.boleh.diremehkan )

Melihat masalah di atas, benarkah gerakan-gerakan tersebut muncul murni karena alasan kemanusiaan? Atau justru karena kepentingan politik semata? Hal tersebut yang akan penulis kaji saat ini.

B.     

Subkultur internet merupakan subkultur baru dalam budaya masyarakat. Sebelum itu terdapat subkultur tradisional yang merupakan budaya alternative dengan budaya-budaya dominan dari masyarakat yang telah ditetapkan. Seorang ahli bernama Dick Hebdige mengungkapkan tentang subkultur sebagai bentuk dari “noise” yang mampu mentransmisi media yang dominan. Hebdige juga menyatakan akhir realitas dari kemacetan budaya oposisi bahwa representasi dominan akan menggantikan media dengan sendirinya. Sebaliknya, subkultur alternative berusaha untuk menangkap perhatian media.
 Pasca subkultur yang dibangun di ruang budaya baru dan dengan bentuk yang inovatif yang masuk ke konfigurasi global oleh kemajuan teknologi seperti internet dan multimedia yang membantu menghasilkan bentuk-bentuk alternatif budaya dan aktivisme politik. Sebaliknya, subkultur baru yang muncul di sekitar internet dan teknologi nirkabel berkembang dan berkomitmen untuk media bahwa teknologi tersebut akan budaya yang lebih luas.
Subkultur internet akan lebih baik jika digambarkan sebagai “multiplicitous” yang menyebabkan progresif dan reaksioner oleh kelompok-kelompok yang menampilkan agenda politik mereka. Penggunaan internet sebagai media telah memungkinkan untuk pembangunan berbagai identitas non-mainstream dan praktek yang komunikatif. Munculnya internet kemudian menjadi kekuatan budaya dan subkultur yang kompleks.
Dengan sarana online tersebut sebenarnya sangat membantu mempopulerkan kelompok-kelompok tadi dan mulai menggambarkan kesadaran politik yang memandang perilaku-perilaku politik mereka sebagai “globalisasi”. Subkultur internet muncul membangun globalisasi tersebut sebagai respon.
Sebuah gerakan muncul yang memanfaatkan teknologi internet sebagai bentuk perlawanan terhadap globalisasi kapitalis dan memperjuangkan demokratisasi dan keadilan social. Dengan demikian, technopolitics menjadi bagian tak terpisahkan dari keterlibatan subkultur internet, seperti menjamurnya gerakan global untuk perdamaian, keadilan, demokrasi, hak, dan nilai-nilai positif lainnya.
Seperti halnya pada gerakan-gerakan facebookers yang mengatasnamakan kemanusiaan. Gerakan tersebut berupaya menegakan hukum dan keadilan di Indonesia. Gerakan dukungan pada kasus Bibit-Chandra misalnya, gerakan ini telah mencapai target dengan menggalang 1.000.000 orang pada November 2009. Gerakan Sejuta Facebookers itu diprakarsai oleh Usman Yasin, yang merupakan pengajar di Universitas Muhammadiyah Bengkulu karena antara lain kegemasannya melihat sesuatu hal yang dinilainya sebagai sebuah bentuk ketidakadilan. Usman melihat Facebook merupakan hal yang efektif untuk menyuarakan suara masyarakat apa adanya tanpa rekayasa. (http://nasional.kompas.com/read/2009/11/07/08455686/gerakan.sejuta.facebookers.penuhi.target )

Subkultur internet sebenarnya telah meletus dengan fenomena "blogging". Hal ini menunjukkan bagaimana technoculture membuat kemungkinan konfigurasi ulang politik, yang memfokuskan kembali politik pada kehidupan sehari-hari, dan penggunaan alat dan teknik komputer muncul dan teknologi komunikasi untuk memperluas bidang politik dan budaya. Pertempuran politik tak lagi harus berjuang dalam bentuk tindakan secara nyata. Adanya subkultur internet menjadikan pertempuran politik kini hadir dalam dunia maya dengan memanfaatkan teknologi internet sebagai subkultur baru.
Di Indonesia sendiri, subkultur internet berkembang dengan pesat. Menurut data diperoleh bahwa penggunaan internet di Indonesia mencapai 25 juta orang di tahun 2009 dan meningkat menjadi 57,8 juta orang di tahun 2010. Seperti halnya pada penggunaan facebook di Indonesia yang berkembang cepat. Berdasarkan survei Inside Facebook yang dilakukan eMarketer , jumlah pengguna Facebook di Indonesia naik 1.431.160 juta pengguna dalam sebulan. Menurut data yang diperoleh dari kompas.com, Indonesia menempati posisi kedua pengguna facebook terbanyak setelah Amerika Serikat.
Atas dasar pertimbangan itulah kelompok-kelompok progresif membentuk sebuah gerakan yang mengatasnamakan kemanusiaan dalam jejaring social facebook, karena menganggap facebook sebagai media yang dapat mempersuasi masyarakat secara mudah. “Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Susno Duaji untuk Kebenaran ” misalnya saja, gerakan ini menuai banyak pro dan kontra. Gerakan tersebut mendukung Susno Duaji yang seakan-akan membela kebenaran. Susno Duaji memang mengungkapkan fakta-fakta yang membeberkan tentang mafia kasus dalam Polri. Namun, perlu diketahui bahwa Susno Duaji memotong dana pengamanan Pemilihan Umum Kepala Daerah Jawa Barat sekitar Rp 8,5 miliar dari total dana keseluruhan Rp 27,7 miliar. Menurut jaksa dalam sidang Susno, uang dari pemotongan tersebut digunakan Susno untuk membeli rumah di wilayah Fatmawati dan tanah seluas 4.000 meter persegi di Desa Sukaluyu, Taman Sari, Bogor dan saat menjabat Kapolda Jabar, terdakwa menerima dana dari pemotongan uang hibah senilai Rp 4.208.898.749.
Dengan keadaan seperti itu masihkah gerakan facebookers tersebut menjadi gerakan yang mengatasnamakan kemanusiaan? Karena jelas gerakan tersebut justru mendukung orang yang bersalah untuk tidak dihukum. Kelompok-kelompok gerakan ini mungkin mempunyai kepentingan politik tersendiri terhadap kasus ini. Mereka mungkin mendapatkan keuntungan dengan membela Susno Duaji.
Contoh lainnya yaitu gerakan “Koin Peduli Prita”. Gerakan ini adalah untuk membantu Prita Mulyasari yang mengeluh kepada temannya tentang ketidaknyamanan pelayanan RS Omni Internasional. Gerakan "Koin Peduli Prita" mengajak masyarakat khususnya para pengguna internet mengumpulkan uang koin untuk disumbangkan kepada Prita Mulyasari. Uang ini untuk membayar denda Prita kepada RS OMNI Internasional yang bernilai Rp 204 juta. Sebagai bentuk kepedulian, masyarakat menggalang dana untuk membantu Prita. Terbukti, dengan adanya gerakan “Koin Peduli Prita” membuat kasus ini berakhir dengan kepuasan berada di tangan Prita Mulyasari.
            Penggunaan teknologi seharusnya dapat memberikan nilai tambah (value added) bagi siapa pun dalam pengerjaan fungsi apa pun. Seperti juga pada teknologi internet yang akan menjadi sarana /media efektif dan efisien untuk meraih tujuan mereka dengan memanfaatkan konten-konten yang dibuat sendiri (Portal Website, Forum, dan lain-lain) atau dengan memanfaatkan situs-situs atau Portal Jejaring Sosial terkenal (Facebook, Youtube, Twitter, dan lain-lain).
            Contoh nyatanya adalah seorang Barack Obama yang telah berhasil menggunakan media social networking untuk memperoleh dukungan massa selama kampanye pemilihan presiden AS lalu. Hal ini menjadikan Obama sebagai presiden pertama AS di “Era of Internet Presidency”. Obama berhasil memanfaatkan internet sebagai sarana untuk kepentingan politiknya. Dalam jejaring social facebook berdasarkan data dari kompas.com, bahwa Obama berhasil mendapat simpati dari 1,5 juta suporternya di Amerika Serikat. Sedangkan melalui YouTube, Obama berhasil menggaet 59 juta pengakses. Hal ini menjadikan Obama mengungguli jauh rivalnya McCain dalam kampanye melalui internet. Impact lainnya adalah Obama berhasil menggalang dana yang jauh lebih besar dari McCain.
            Jika di Indonesia sendiri sempat terjadi fenomena “Keong Racun”. Yaitu tentang artis dadakan Sinta Jojo yang membuat video dengan lipsing lagu “Keong Racun” yang kemudian diupload melalui YouTube. Awalnya mereka memang sekedar menyalurkan hobi mereka yaitu mengupload video-video mereka melalui media internet yang ternyata tanpa mereka sadari menjadi booming. Tembang Keong Racun kemudian meroket di dunia maya, bahkan membombardir situs mikroblogging twitter. Mereka saat itu selalu menduduki tranding topics dalam akun twitter.
            Situasi tersebut dimanfaatkan oleh para produser untuk menjadikan mereka sebagai artis dan bintang iklan. Produser berharap Sinta Jojo dapat mempersuasi masyarakat dengan ketenaran dadakannya. Namun justru banyak masyarakat yang mencibir tentang penampilan Sinta Jojo yang terkesan biasa-biasa saja. Pendapat tersebut memang banyak diungkapkan, namun harus diakui keberanian Sinta Jojo untuk menggunakan media internet patut diacungi jempol.
            Di era teknologi sekarang ini penggunaan teknologi dan keterbukaan internet untuk semua kalangan dan semua bidang memang sudah saatnya terjadi di Indonesia. Termasuk di bidang perpolitikan negeri ini tentunya.
            Dengan media internet maka akan terjalin satu hubungan yang lebih personal dan mendalam dalam bentuk komunikasi dua arah. Setiap orang bisa membaca informasi dan mendapatkan apa yang diinginkan lebih mudah dan menuliskan kembali tanggapan secara langsung tanpa hambatan dengan batasan yang benar.
            Indonesia dapat mencontoh bagaimana Obama dalam memanfaatkan teknologi internet untuk bersaing dalam pemilu. Para capres di Indonesia hendaknya juga dapat memanfaatkan media internet sebagai bentuk kampanye.  Bagi siapapun capres atau elit politik yang terjun lebih dulu ke dunia maya maka dia akan memperoleh porsi kesempatan yang lebih besar untuk lebih dulu membangun massa/ komunitas yang nantinya akan menjadi para pemilih dalam Pemilu. Hal ini dikarenakan para pengguna internet yang sudah memberikan dukungan kepada salah satu parpol/ calon presiden maka kemungkinan besar akan mengajak serta teman-teman dekat, saudara, tetangga, dan lain-lain untuk mendukung pilihannya tersebut.
            Media internet sebagai subkultur budaya yang lebih luas hendaknya dipahami sebagai perkembangan dari subkultur tradisional yang memberikan pengaruh positif bagi masyarakat. Sehingga masyarakat tidak memandang internet hanya sebagai sarana untuk penguasa yang berkepentingan.
          
Subkultur internet saat ini memungkinkan untuk pembangunan berbagai identitas non-mainstream dan praktek yang komunikatif. Munculnya internet kemudian menjadi kekuatan budaya dan subkultur yang kompleks. Memanfaatkan internet sebagai bentuk kepedulian dan kemanusiaan merupakan budaya yang berkembang di Indonesia saat ini. Seperti dalam pembahasan tadi, gerakan-gerakan dalam jejaring social terutama facebook terbukti dapat memberikan pengaruh dalam realitas dunia yang sesungguhnya.
Pengumpulan Koin Peduli Prita menunjukkan betapa antusiasnya masyarakat untuk menggalang dana membantu Prita. Hanya dari sekedar masuk ke dalam grup pada facebook yaitu group “Koin Peduli Prita” masyarakat dapat ikut terpengaruh untuk ikut mengumpulkan koin yang sesungguhnya.
Tentang Barack Obama juga demikian. Masyarakat di Amerika Serikat memberikan bentuk nyatanya pada saat pemilihan Obama menjadi presiden. Masyarakat tak hanya sekedar berinteraksi melalui dunia maya, namun juga mengaplikasikannya dalam realitas. Adanya subkultur internet menjadikan pertempuran politik kini hadir dalam dunia maya dengan memanfaatkan teknologi internet sebagai subkultur baru. Pertempuran politik antara Barack Obama dan McCain jelas terlihat dalam subkultur internet. Dan ternyata cara yang dilakukan oleh Obama berhasil membuatnya menang dalam Pemilu.
Subkultur internet sekarang ini diharapkan dapat memberikan pengaruh atau dampak yang positif bagi masyarakat karena sesuai dengan tujuan awal adanya gerakan subkultur internet yaitu menjadikan subkultur internet sebagai bentuk memperjuangkan demokratisasi dan keadilan social.

Sunday 27 November 2011

Peran Partai Politik dalam Membangun Demokrasi Indonesia


A. Latar Belakang Masalah

Demokrasi di Indonesia sudah berlangsung 10 tahun sejak tahun 2000an. Hingga tahun 2010 ini, demokrasi di Indonesia telah melewati berbagai proses yang penuh dengan dinamika kehidupan demokrasi. Dalam periode 10 tahun ke belakang telah banyak perubahan yang dialami Indonesia dalam menjalankan proses demokratisasi ini, diantaranya adalah Amandemen UUD 1945, kebebasan pers, kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, dan lain-lain. Selain itu sekarang ini juga terdapat banyak partai politik sebagai wadah untuk menyalurkan informasi dari pemerintah menuju masyarakat begitu pula sebaliknya, dari masyarakat menuju pemerintah.
Partai politik merupakan kelompok warga negara yang terorganisasikan, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan umum. Partai politik merupakan hasil pengorganisasian dari sekelompok orang agar memperoleh kekuasaan untuk menjalankan program yang telah direncanakan.
Demokrasi adalah pemerintahan oleh semua orang yang merupakan kebalikan dari konsep pemerintahan oleh satu orang (otokrasi). Sehingga dalam membangun demokrasi ini diperlukan adanya partisipasi aktif dari masyarakat. Partisipasi tersebut dapat terlihat dari pelaksanaan pemilu. Masyarakat dapat menggunakan haknya untuk memilih sesuai dengan hati nurani.
Namun, sekarang ini banyak masyarakat yang enggan memilih atau lebih tepatnya adalah golput. Salah satu faktornya adalah sekarang ini terlalu banyak partai politik yang justru membuat masyarakat bingung karena hanya menyatakan janji-janji palsu semata, tidak merealisasikan visi misi yang diutarakan terhadap masyarakat. Partai politik sekarang lebih banyak mencari untuk kepentingan pribadi partai politik itu sendiri.


B.        Rumusan Masalah

Sejauh ini peran parpol dalam membangun demokrasi belumlah sesuai dengan yang seharusnya dilakukan. Parpol cenderung mencari keuntungan untuk parpol itu sendiri. Sehingga dari permasalahan tersebut dapat kita rumuskan :
“Bagaimanakah peran dan fungsi partai politik dalam membangun demokrasi di Indonesia?”

C.       Pembahasan

Partai politik adalah salah satu komponen yang penting di dalam dinamika perpolitikan sebuah bangsa. Partai politik merupakan sekumpulan orang yang secara terorganisir membentuk sebuah lembaga yang bertujuan merebut kekuasaan politik secara sah untuk bisa menjalankan program-programnya. Dalam parpol biasanya mempunyai asas, tujuan, ideologi, dan misi tertentu. Adanya partai politik di Indonesia adalah sebagai salah satu wujud adanya kebebasan mengeluarkan pendapat, berserikat,dan berkumpul yang menjadi satu ciri utama negara yang menjalankan sistem demokrasi. Bermacam-macam parpol di Indonesia muncul di saat era reformasi.
Partai politik, bersama dengan institusi demokrasi lainnya seperti lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan pers, harus secara konsisten melaksanakan tugas dan fungsi-fungsinya baik pada masa persiapan pemilihan umum (pre election) maupun pada masa setelah pemilihan umum (post election). Pada pemilu tahun 2009, partai politik peserta pemilu mencapai jumlah yang paling banyak dibandingkan dengan pemilu sebelumnya, yaitu sebanyak 38 parpol. Peran parpol dalam membangun demokrasi di Indonesia ini memungkinkan partisipasi rakyat berlangsung secara penuh dalam urusan-urusan negara (public affairs). Rakyat sebagai elemen utama dalam sebuah negara secara mutlak diberikan kebebasan dan kedudukan strategis yang dijamin oleh konstitusi untuk menjalankan peran-perannya sebagai bentuk partisipasi aktif pada Indonesia.
Pada masyarakat yang demokrasinya sedang berkembang seperti Indonesia, rendahnya partisipasi politik mengindikasikan berbagai makna atau arti. Terdapat banyak alasan mengapa partisipasi politik masih rendah. Salah satu alasannya di sini karena adanya performa institusi demokrasi yang buruk.
Berdasarkan fakta data-data yang diperoleh pada pemilu Kepala Daerah tahun 2008 tercermin rendahnya masyarakat yang menggunakan hak pilih, misalnya di Jabar 33%, Sumut 42%, Kaltim (Putaran I 39% dan Putaran II 43%), NTT 23%, Jateng 46%, NTB 27%, Bali 25%, Maluku 22%, Jatim (Putaran II 45,63%), Lampung 33%, Sumsel 27% atau rata-rata 33,2%.
Partisipasi politik dalam hal ini bukan merupakan suatu kewajiban, melainkan suatu hak yang dilaksanakan berdasarkan kesadaran masyarakat.  Jika masyarakat memandang penggunaan hak politiknya akan memberikan manfaat bagi kehidupannya, dengan sendirinya mereka akan berpartisipasi dalam politik. Sebaliknya jika tidak mereka akan mengabaikan dan memilih golput.
Perlu dikaji mengapa masyarakat banyak yang memilih golput. Alasan yang dikemukakan oleh masyarakat salah satunya adalah karena banyaknya parpol yang sekarang ada di Indonesia. Sehingga masyarakat menjadi bingung dan berada pada ketidakpastian, mana parpol yang benar-benar mengutamakan rakyat, mana yang hanya memanipulasi rakyat. Munculnya berbagai parpol di Indonesia merupakan sebuah konsekuensi dari penerapan sistem demokrasi secara konsisten, namun di sisi lain banyaknya jumlah partai politik tidak otomatis membuat kualitas pelaksanaan sistem demokrasi menjadi lebih baik, bahkan cenderung menjadi semakin buruk.
Semua partai politik akan berusaha untuk memperoleh dukungan sebesar-besarnya dalam suatu pemilihan umum untuk mempengaruhi arah kebijakan negara. Parpol akan menggunakan berbagai cara untuk menarik simpati masyarakat. Dengan menghalalkan cara inilah berbagai masalah mulai muncul. Macam-macam masalah yang timbul dari parpol misalnya adalah rekruitmen anggota yang tidak profesional dan cenderung KKN, pengkaderan partai yang tidak jelas. visi dan misi partai politik tidak jelas, sering terjadi konflik internal di kalangan partai politik, masih terjadi sentralisasi kekuasaan di dalam tubuh partai politik, partai politik kurang responsif terhadap masyarakat, dan selain itu partai politik lebih menonjolkan tokoh dari pada program. Sebagai contoh pada partai Demokrat. Partai ini cenderung lebih mengutamakan SBY dibandingkan dengan visi misi partai Demokrat itu sendiri. Begitu juga dengan parpol-parpol lainnya.
Seharusnya, dalam membangun demokrasi di Indonesia, keberadaan parpol menjadi alat untuk membantu pemerintah. Bukan justru sebaliknya. Peran parpol yang seharusnya adalah untuk membentuk wadah bagi masyarakat agar bisa menyalurkan ide,gagasan, kreatifitas pada negara. Bukan malah saling tuduh menuduh, menyalahkan, dan malah saling menjatuhkan.
           Fungsi partai politik yang seharusnya yaitu, pertama, melakukan sosialisasi politik, maksudnya adalah pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat. Kedua, rekrutmen politik yaitu seleksi dan pemilihan atau pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik. Ketiga, partisipasi politik, yaitu kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum dan ikut menentukan pemimpin pemerintahan. Empat, pemandu kepentingan, yaitu mengatur lalu lintas kepentingan yang seringkali bertentangan dan memiliki orientasi keuntungan sebanyak-banyaknya. Lima, komunikasi politik, yaitu partai politik melakukan proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah. Enam, pengendalian konflik, yaitu partai politik melakukan pengendalian konflik mulai dari perbedaan pendapat sampai pada pertikaian fisik antar individu atau kelompok. Tujuh, kontrol politik, yaitu partai politik melakukan kegiatan untuk menunjukan kesalahan, kelemahan dan penyimpangan dalam isi kebijakan atau pelaksaan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Dengan melakukan tujuh fungsi parpol tersebut, maka parpol diharapkan dapat membangun demokrasi yang ada di Indonesia ini. Bukan hanya sekedar mendirikan parpol, mencari pendukung, dan hanya saling menjatuhkan. Tetapi juga harus berusaha untuk sama-sama memperbaiki demokrasi Indonesia dari berbagai sisi.

D.          Kesimpulan

Untuk membangun demokrasi di Indonesia, peran dan fungsi partai politik harus dijalankan. Partai politik harus menjalankan peran tersebut dengan semestinya. Tidak menyalahi aturan yang mengakibatkan kerugian pada masyarakat. Partai politik harus bisa menjadi tempat untuk menyalurkan informasi dari pemerintah menuju masyarakat maupun sebaliknya, masyarakat menuju pemerintah. Dengan demikian, maka akan tercipta suasana demokrasi yang baik di Indonesia.