Friday 2 December 2011

PENGGUNAAN SUBKULTUR INTERNET SEBAGAI AGENDA POLITIK

 
Internet saat ini merupakan sebuah subkultur baru yang mengembangkan budaya yang lebih luas. Saat ini yang kita ketahui mungkin tentang e-Commerce yaitu bagaimana orang-orang dapat menggunakan media internet sebagai alat untuk membangun suatu bisnis. Selain itu ada tentang pendidikan yang dikenal dengan e-Learning yaitu mrupakan sebuah proses pembelajaran virtual menggunakan Learning Management System untuk merepresentasikan system belajar secara riil di kelas secara online menggunakan media internet. Media internet untuk kepentingan bisnis dan pendidikan telah memberikan daya yang luar biasa karena terbukti lebih efektif dan efisien. Penggunaan internet sebagai sarana berbisnis dan pendidikan tentunya bukan hal yang asing di Indonesia karena sudah dilakukan sejak dahulu.
Namun, penggunaan internet kini tak lagi hanya digunakan sebagai media informasi sebagai pendidikan saja, melainkan juga sebagai alat untuk menampilkan agenda-agenda politik kelompok tertentu. Situs jejaring social seperti facebook, twitter, plurk, dll yang seharusnya menjadi jejaring social pertemanan kini juga menjadi media untuk mempromosikan kebutuhan politik yang menguntungkan kelompok tersebut.
Seperti yang kita ketahui kasus Bibit-Chandra dan Prita Mulyasari yang ditahan dan juga tidak mendapatkan keadilan hukum itu mendapatkan dukungan dari gerakan-gerakan masyarakat sipil yang memprotes bahkan menentang ketidakadilan dalam penegakan hukum. Fenomena "gerakan lewat dunia maya" ini ternyata tak bisa diremehkan karena justru terbukti efektif memberikan pencerahan dalam berbagai kasus hukum yang ada. Seperti pada kasus Prita Mulyasari dalam gerakan “Peduli Koin Prita” yang ternyata direalisasikan dalam kenyataan bahwa memang ada pengumpulan koin tersebut dan berpengaruh pada penyelesaian kasus Prita. (http://tekno.kompas.com/read/2010/01/14/18101626/gerakan.dunia.maya.tidak.boleh.diremehkan )

Melihat masalah di atas, benarkah gerakan-gerakan tersebut muncul murni karena alasan kemanusiaan? Atau justru karena kepentingan politik semata? Hal tersebut yang akan penulis kaji saat ini.

B.     

Subkultur internet merupakan subkultur baru dalam budaya masyarakat. Sebelum itu terdapat subkultur tradisional yang merupakan budaya alternative dengan budaya-budaya dominan dari masyarakat yang telah ditetapkan. Seorang ahli bernama Dick Hebdige mengungkapkan tentang subkultur sebagai bentuk dari “noise” yang mampu mentransmisi media yang dominan. Hebdige juga menyatakan akhir realitas dari kemacetan budaya oposisi bahwa representasi dominan akan menggantikan media dengan sendirinya. Sebaliknya, subkultur alternative berusaha untuk menangkap perhatian media.
 Pasca subkultur yang dibangun di ruang budaya baru dan dengan bentuk yang inovatif yang masuk ke konfigurasi global oleh kemajuan teknologi seperti internet dan multimedia yang membantu menghasilkan bentuk-bentuk alternatif budaya dan aktivisme politik. Sebaliknya, subkultur baru yang muncul di sekitar internet dan teknologi nirkabel berkembang dan berkomitmen untuk media bahwa teknologi tersebut akan budaya yang lebih luas.
Subkultur internet akan lebih baik jika digambarkan sebagai “multiplicitous” yang menyebabkan progresif dan reaksioner oleh kelompok-kelompok yang menampilkan agenda politik mereka. Penggunaan internet sebagai media telah memungkinkan untuk pembangunan berbagai identitas non-mainstream dan praktek yang komunikatif. Munculnya internet kemudian menjadi kekuatan budaya dan subkultur yang kompleks.
Dengan sarana online tersebut sebenarnya sangat membantu mempopulerkan kelompok-kelompok tadi dan mulai menggambarkan kesadaran politik yang memandang perilaku-perilaku politik mereka sebagai “globalisasi”. Subkultur internet muncul membangun globalisasi tersebut sebagai respon.
Sebuah gerakan muncul yang memanfaatkan teknologi internet sebagai bentuk perlawanan terhadap globalisasi kapitalis dan memperjuangkan demokratisasi dan keadilan social. Dengan demikian, technopolitics menjadi bagian tak terpisahkan dari keterlibatan subkultur internet, seperti menjamurnya gerakan global untuk perdamaian, keadilan, demokrasi, hak, dan nilai-nilai positif lainnya.
Seperti halnya pada gerakan-gerakan facebookers yang mengatasnamakan kemanusiaan. Gerakan tersebut berupaya menegakan hukum dan keadilan di Indonesia. Gerakan dukungan pada kasus Bibit-Chandra misalnya, gerakan ini telah mencapai target dengan menggalang 1.000.000 orang pada November 2009. Gerakan Sejuta Facebookers itu diprakarsai oleh Usman Yasin, yang merupakan pengajar di Universitas Muhammadiyah Bengkulu karena antara lain kegemasannya melihat sesuatu hal yang dinilainya sebagai sebuah bentuk ketidakadilan. Usman melihat Facebook merupakan hal yang efektif untuk menyuarakan suara masyarakat apa adanya tanpa rekayasa. (http://nasional.kompas.com/read/2009/11/07/08455686/gerakan.sejuta.facebookers.penuhi.target )

Subkultur internet sebenarnya telah meletus dengan fenomena "blogging". Hal ini menunjukkan bagaimana technoculture membuat kemungkinan konfigurasi ulang politik, yang memfokuskan kembali politik pada kehidupan sehari-hari, dan penggunaan alat dan teknik komputer muncul dan teknologi komunikasi untuk memperluas bidang politik dan budaya. Pertempuran politik tak lagi harus berjuang dalam bentuk tindakan secara nyata. Adanya subkultur internet menjadikan pertempuran politik kini hadir dalam dunia maya dengan memanfaatkan teknologi internet sebagai subkultur baru.
Di Indonesia sendiri, subkultur internet berkembang dengan pesat. Menurut data diperoleh bahwa penggunaan internet di Indonesia mencapai 25 juta orang di tahun 2009 dan meningkat menjadi 57,8 juta orang di tahun 2010. Seperti halnya pada penggunaan facebook di Indonesia yang berkembang cepat. Berdasarkan survei Inside Facebook yang dilakukan eMarketer , jumlah pengguna Facebook di Indonesia naik 1.431.160 juta pengguna dalam sebulan. Menurut data yang diperoleh dari kompas.com, Indonesia menempati posisi kedua pengguna facebook terbanyak setelah Amerika Serikat.
Atas dasar pertimbangan itulah kelompok-kelompok progresif membentuk sebuah gerakan yang mengatasnamakan kemanusiaan dalam jejaring social facebook, karena menganggap facebook sebagai media yang dapat mempersuasi masyarakat secara mudah. “Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Susno Duaji untuk Kebenaran ” misalnya saja, gerakan ini menuai banyak pro dan kontra. Gerakan tersebut mendukung Susno Duaji yang seakan-akan membela kebenaran. Susno Duaji memang mengungkapkan fakta-fakta yang membeberkan tentang mafia kasus dalam Polri. Namun, perlu diketahui bahwa Susno Duaji memotong dana pengamanan Pemilihan Umum Kepala Daerah Jawa Barat sekitar Rp 8,5 miliar dari total dana keseluruhan Rp 27,7 miliar. Menurut jaksa dalam sidang Susno, uang dari pemotongan tersebut digunakan Susno untuk membeli rumah di wilayah Fatmawati dan tanah seluas 4.000 meter persegi di Desa Sukaluyu, Taman Sari, Bogor dan saat menjabat Kapolda Jabar, terdakwa menerima dana dari pemotongan uang hibah senilai Rp 4.208.898.749.
Dengan keadaan seperti itu masihkah gerakan facebookers tersebut menjadi gerakan yang mengatasnamakan kemanusiaan? Karena jelas gerakan tersebut justru mendukung orang yang bersalah untuk tidak dihukum. Kelompok-kelompok gerakan ini mungkin mempunyai kepentingan politik tersendiri terhadap kasus ini. Mereka mungkin mendapatkan keuntungan dengan membela Susno Duaji.
Contoh lainnya yaitu gerakan “Koin Peduli Prita”. Gerakan ini adalah untuk membantu Prita Mulyasari yang mengeluh kepada temannya tentang ketidaknyamanan pelayanan RS Omni Internasional. Gerakan "Koin Peduli Prita" mengajak masyarakat khususnya para pengguna internet mengumpulkan uang koin untuk disumbangkan kepada Prita Mulyasari. Uang ini untuk membayar denda Prita kepada RS OMNI Internasional yang bernilai Rp 204 juta. Sebagai bentuk kepedulian, masyarakat menggalang dana untuk membantu Prita. Terbukti, dengan adanya gerakan “Koin Peduli Prita” membuat kasus ini berakhir dengan kepuasan berada di tangan Prita Mulyasari.
            Penggunaan teknologi seharusnya dapat memberikan nilai tambah (value added) bagi siapa pun dalam pengerjaan fungsi apa pun. Seperti juga pada teknologi internet yang akan menjadi sarana /media efektif dan efisien untuk meraih tujuan mereka dengan memanfaatkan konten-konten yang dibuat sendiri (Portal Website, Forum, dan lain-lain) atau dengan memanfaatkan situs-situs atau Portal Jejaring Sosial terkenal (Facebook, Youtube, Twitter, dan lain-lain).
            Contoh nyatanya adalah seorang Barack Obama yang telah berhasil menggunakan media social networking untuk memperoleh dukungan massa selama kampanye pemilihan presiden AS lalu. Hal ini menjadikan Obama sebagai presiden pertama AS di “Era of Internet Presidency”. Obama berhasil memanfaatkan internet sebagai sarana untuk kepentingan politiknya. Dalam jejaring social facebook berdasarkan data dari kompas.com, bahwa Obama berhasil mendapat simpati dari 1,5 juta suporternya di Amerika Serikat. Sedangkan melalui YouTube, Obama berhasil menggaet 59 juta pengakses. Hal ini menjadikan Obama mengungguli jauh rivalnya McCain dalam kampanye melalui internet. Impact lainnya adalah Obama berhasil menggalang dana yang jauh lebih besar dari McCain.
            Jika di Indonesia sendiri sempat terjadi fenomena “Keong Racun”. Yaitu tentang artis dadakan Sinta Jojo yang membuat video dengan lipsing lagu “Keong Racun” yang kemudian diupload melalui YouTube. Awalnya mereka memang sekedar menyalurkan hobi mereka yaitu mengupload video-video mereka melalui media internet yang ternyata tanpa mereka sadari menjadi booming. Tembang Keong Racun kemudian meroket di dunia maya, bahkan membombardir situs mikroblogging twitter. Mereka saat itu selalu menduduki tranding topics dalam akun twitter.
            Situasi tersebut dimanfaatkan oleh para produser untuk menjadikan mereka sebagai artis dan bintang iklan. Produser berharap Sinta Jojo dapat mempersuasi masyarakat dengan ketenaran dadakannya. Namun justru banyak masyarakat yang mencibir tentang penampilan Sinta Jojo yang terkesan biasa-biasa saja. Pendapat tersebut memang banyak diungkapkan, namun harus diakui keberanian Sinta Jojo untuk menggunakan media internet patut diacungi jempol.
            Di era teknologi sekarang ini penggunaan teknologi dan keterbukaan internet untuk semua kalangan dan semua bidang memang sudah saatnya terjadi di Indonesia. Termasuk di bidang perpolitikan negeri ini tentunya.
            Dengan media internet maka akan terjalin satu hubungan yang lebih personal dan mendalam dalam bentuk komunikasi dua arah. Setiap orang bisa membaca informasi dan mendapatkan apa yang diinginkan lebih mudah dan menuliskan kembali tanggapan secara langsung tanpa hambatan dengan batasan yang benar.
            Indonesia dapat mencontoh bagaimana Obama dalam memanfaatkan teknologi internet untuk bersaing dalam pemilu. Para capres di Indonesia hendaknya juga dapat memanfaatkan media internet sebagai bentuk kampanye.  Bagi siapapun capres atau elit politik yang terjun lebih dulu ke dunia maya maka dia akan memperoleh porsi kesempatan yang lebih besar untuk lebih dulu membangun massa/ komunitas yang nantinya akan menjadi para pemilih dalam Pemilu. Hal ini dikarenakan para pengguna internet yang sudah memberikan dukungan kepada salah satu parpol/ calon presiden maka kemungkinan besar akan mengajak serta teman-teman dekat, saudara, tetangga, dan lain-lain untuk mendukung pilihannya tersebut.
            Media internet sebagai subkultur budaya yang lebih luas hendaknya dipahami sebagai perkembangan dari subkultur tradisional yang memberikan pengaruh positif bagi masyarakat. Sehingga masyarakat tidak memandang internet hanya sebagai sarana untuk penguasa yang berkepentingan.
          
Subkultur internet saat ini memungkinkan untuk pembangunan berbagai identitas non-mainstream dan praktek yang komunikatif. Munculnya internet kemudian menjadi kekuatan budaya dan subkultur yang kompleks. Memanfaatkan internet sebagai bentuk kepedulian dan kemanusiaan merupakan budaya yang berkembang di Indonesia saat ini. Seperti dalam pembahasan tadi, gerakan-gerakan dalam jejaring social terutama facebook terbukti dapat memberikan pengaruh dalam realitas dunia yang sesungguhnya.
Pengumpulan Koin Peduli Prita menunjukkan betapa antusiasnya masyarakat untuk menggalang dana membantu Prita. Hanya dari sekedar masuk ke dalam grup pada facebook yaitu group “Koin Peduli Prita” masyarakat dapat ikut terpengaruh untuk ikut mengumpulkan koin yang sesungguhnya.
Tentang Barack Obama juga demikian. Masyarakat di Amerika Serikat memberikan bentuk nyatanya pada saat pemilihan Obama menjadi presiden. Masyarakat tak hanya sekedar berinteraksi melalui dunia maya, namun juga mengaplikasikannya dalam realitas. Adanya subkultur internet menjadikan pertempuran politik kini hadir dalam dunia maya dengan memanfaatkan teknologi internet sebagai subkultur baru. Pertempuran politik antara Barack Obama dan McCain jelas terlihat dalam subkultur internet. Dan ternyata cara yang dilakukan oleh Obama berhasil membuatnya menang dalam Pemilu.
Subkultur internet sekarang ini diharapkan dapat memberikan pengaruh atau dampak yang positif bagi masyarakat karena sesuai dengan tujuan awal adanya gerakan subkultur internet yaitu menjadikan subkultur internet sebagai bentuk memperjuangkan demokratisasi dan keadilan social.

1 comment:

  1. saya agak bingung..jadi itu intinya pemanfaatan media internet sebagai alat politik?

    ReplyDelete